Jumat, 30 Maret 2012

Asas - AsasKurikulum

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kurikulum tidak berkembang begitu saja, namun membutuhkan proses dan perhatian yang khusus. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan dalam mengembangkannya. Sebab kurikulum adalah salah satu syarat berhasilnya suatu pendidikan. Kurikulum yang baik seharusnya dalam pembuatan dan pengembanganya memerluan kejelian agar pendidikan juga menjadi baik dan berkembang pula. Tentu saja ada hal yang mendasari setiap kurikulum. Adapun asas-asas tersebut akan kami uraikan dalam makalah ini.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu komponen untuk menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum terangkum berbagai kegiatan dan pola pengajaran yang dapat menentukan arah proses pembelajaran. Itulah sebabnya, menelaah dan mengkaji kurikulum merupakan suatu kewajiban bagi guru.
Berbagai pendapat mengenai kurikulum telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (2007:3)
Senada dengan pengertian di atas, Oemar Hamalik (1990:32) menyatakan bahwa kurikulum adalah suatu alat yang amat penting dalam rangka merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan sekolah. Dalam arti luas kurikulum dapat diartikan sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Namun, kurikulum haruslah direncanakan agar pengaruhnya terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan diukur hasilnya. Adapun hasil–hasil belajar tersebut haruslah sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, relevan dengan kebutuhan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, sesuai dengan tuntutan minat, kebutuhan dan kemampuan para siswa sendiri, serta sejalan dengan dengan proses belajar para siswa yang menempuh kegiatan-kegiatan kurikulum.
Sementara itu ,Oliver dalam Oliva (1982: 7-8) menyamakan kurikulum dengan program pendidikan, dan membaginya ke dalam empat elemen dasar, yaitu: (1) program studi, (2) program pengalaman, (3) program pelayanan, dan (4) kurikulum tersembunyi. Kurikulum tersebunyi menurut Oliver adalah nilai-nilai yang diajukan sekolah, perhatian dari guru, tingkat antusiasme para guru, dan iklim fisik serta sosial di sekolah.
Soedijarto mengemukakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan, diorganisasikan untuk ditaati para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan untuk suatu lembaga pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat pelajaran yang harus diberikan kepada siswa dengan metode tertentu dan pengalaman belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum merupakan keseluruhan hasil belajar yang direncanakan dan di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak sekadar mempersoalkan sesuatu yang diajarkan, tetapi menyangkut pula bagaimana sebuah mata pelajaran diajarkan, diorganisasikan menjadi pengalaman bermakna bagi siswa.
Kurikulum mengalami perubahan sesuai dengan berkembangnya zaman. Di Indonesia, kurikulum sudah mengalami perubahan beberapa kali. Kurikulum di Indonesia diberi nama sesuai dengan tahun mulai berlakunya. Misalnya kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004, dan yang termutakhir adalah kurikulum 2006 yang juga disebut KTSP.
Mulyasa, (2007: 8) mengatakan bahwa KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi merupakan penyempurnaan dari SK dan KD dalam KBK.
Implementasi KTSP sangat dipengaruhi oleh guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum. Sebaik apa pun kurikulum, tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya kemampuan guru dalam memahami dan menerapkannya dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, guru harus mampu mengembangkan KTSP dengan mempertimbangkan potensi sekolah, karakteristik sekolah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Di samping itu, dalam mengembangkan KTSP, guru harus memperhatikan asas-asas kurikulum agar KTSP sesuai dengan asas-asas yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum secara umum.
B. Rumusan masalah
Dari paparan latar belakang di atas kami akan menyimpulkan rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Asas-asas apa sajakah yang menjadi landasan atau dasar dalam pengembangan kurkulum,
2. Apa hubungan antara asas yang satu dengan asas yang lain.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Asas-Asas Kurikulum
1. Asas Filosofis
a) Pengertian Asas Filosofis
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, meyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.
Sekolah berutujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Apakah yang dimaksud dengan “baik”, pada hakekatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita filsafat yang dianut negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaandalam tujuan pendidikan, jadi juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga cara mengajar dan menilainya. Pendidikan di negara Otokratis akan berbeda dengan negara yang demokratis. Pendidikan di negara yang menganut agama budha akan berlainan dengan pendidikan di negara yang memeluk agama islam atau kristen. Kurikulum tak dapat tiada hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara terutama dalam menetukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.[1]
Oleh sebab itu, penyusunan kurikulum pada suatu negara bila berdasar asas filsafat sebaiknya berdasar dan terarah pada falsafah bangsa yang dianut. Dengan demikian sudah tentu indonesia yang beridiologi pancasila dalam penyusunan kurikulum harus mengacu pada filsafat pendidikan pancasila. Filsafat ini dijadikan arah dan dasar. adapun pendidikan sebagai pelaksanaannya. Bisa diistilahkan filsafat sebagai “way of life” dari penyusunan kurikulum yang mana masing-masing negara mempunyai falsafah yang berbeda-beda.
Untuk memahami bagaimana falsafah dijadiakan asas dalam pendidikan bisa dilihat dalam tabel herarki berikut
Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Pragmatisme, dan Ekstensialisme.
1. Idealisme
Yaitu mencari kebenaran metafisik spiritual melalui pemeriksaan dengan sisitem interview (inkuiri), dengan membaca/ mempelajari berbagai buku yang ditulis oleh penulis yang terkemuka yang berhasil menemukan kebenaran.
2. Pragmatisme
Menurut aliran ini tujuan hidup untuk mencari kebenaran sosial yang menguntungkan bagi lingkunganya dan manusia dengan prinsip falsafah humanistik melalui trial and eror. Pragmatisme adalah aliran filsafat yang juga memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional. Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme yang berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamanya.
Aliran pragmatisme sering sejalan dengan aliran rekonstruksionalisme yang berpendirian bahwa sekolah harus berbeda pada garis depan pembangunan dan perubahan masyarakat. Sekolah ini menjauhi indoktrinasi dan mengajak siswa secara kritis menganalisis isu-isu sosial.
3. Perenialisme
Perenialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal. Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang “abadi, universal, dan absolut”. Atau “perennial” yang yang ditemukan dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam “The Great Book” atau “Buku Agung”.
Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi tinggi. Hanya mata pelajaran yang mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi sedangkan pelajaran yang berkenaan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olahraga dikesampingkan.
4. Eksistensialisme
Yaitu tujuan hidup menurut aliran tersebut adalah menyempurnakan diri sesuai norma dengan bebas yang telah dipilihnya dapat merealisasikan diri.
Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional. tidak ditetapkan aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang diberikan sering bersifat non-directive, dimana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan tanpa mengingatkan apa yang harus diakukan anak.
5. Realisme
Tujan hidup yaitu memperbaiki dan meningkatkan pemahaman manusia tentang alam ini dengan cara penelitian ilmiah, sebab kebenaran tersebut hanya ditemukan melalui percobaan–percobaan guna mendapatkan hukum-hukum alam.
Aliran realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah mantap sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistematis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Di sekolah akan dimulai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktek dan aplikasinya. Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran embel-embel seperti ketrampilan dan kesenian dianggap tidak perlu.
Dalam bukunya Oemar Malik, dasar-dasar pengembangan kurikulum, disebutkan terdapat empat falsafat yang pada umumnya terdapat dalam pendidikan yaitu, Rekontruksisme, perenialisme, esensialisme dan progresivisme.
• Rekonstruksisme
Bila berdasar pada filsafat dewey, bahwa Rekonstruksisme itu mengikuti sebuah alur, yang yakin dan dikemukakakn bahwa adanya sekolah adalah untuk memperbaiki/perbaikan di masyarakat. Di sini berarti sekolah mempunyai fungsi yang penting dalam pembentukan masyarakat yang baik.
• Esensialisme
Menurut esensialis, pendidikan mempunyai tujuan dalam menyebarkan budaya. Falsafah ini bertolak belakang dengan rekonstruksisme. Esensialisme juga mempunyai prinsip Behavioristik, yang menanamkan dasar-dasar tingkah laku yang selaras dengan keyakinan filosofis.
• Progesivisme
Sikap progesif, menyatakan bahwa anak harus memahami pengalaman pendidikan”di sini” dan “ sekarang”, mempunyai filsafat “pendidikan adalah hidup” dan “belajar denga melakukan”. Para progesif mendorong sekolah agar menyediakan pelajaran bagi setiap individu yang berbeda, baik dalam mental, fisik, emosi, spiritual, dan perbedaan sosial.[2]
b) Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidkan Nasional
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 yang juga dinamakan “Eka Pancakarsa” menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.[3]

2. Asas Sosiologis
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang tidak dapat tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu dinyatakan dalam kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan belatar belakang kebudayannya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum.[4] Masyarakat merupakan salah satu faktor yang penting sebagai asas pengembangan kurikulum namun jangan sampai terlalu berpusat pada masyarakat karena akan bisa timbul “society confered curriculum” (kurikulum yang berpusat pada masyarakat). Selain itu yang perlu di ketahui juga bahwa anak itu berasal dari masyarakat, sudah seharusnya mereka belajar tentang cara hidup di dalam masyarakat itu. Maka harus adanya kerja sama yang apik antara sekolah dan masyarakat agar tercipta hubungan timbal balik yang menguntungkan. Karena program pendidikan itu tidak terlepas dari pengaruh dari nilai-nilai, kebutuhan, dan tantangan hidup di dalam masyarakat tersebut.
Ada beberapa kekuatan sosial yang mempengarui kurikulum :
a. Kekuatan sosial yang resmi, salah satunya meliputi pemerintah suatu negara dengan undang-undang dasar, dasar negara, falsafah, dan ideologi negara itu.
b. Kekuatan sosial setempat,
• Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan
• Kerukunan atau persatuan keluarga sekolah-sekolah sejenis
c. Organisasi profesional
• PGRI
• Persatuan Dokter
• Ahli Hukum
d. Kelompok atau organisasi yang bergerak berdasarkan kepentingan tertentu
• Kelompok ekonomi
• Kelompok Patriotik
• Kelompok Pendukung cita-cita kemerdekaan.

3. Asas Organisatoris
Asasi ini berkenaan dengan beberapa pertanyaan (masalah seperti dalam hal bentuk yang bagaimana bahan pelajaran yang akan disajikan? Dan kurikulum yang bagaimana yang harus dipilih?. Tentu saja masalah tersebut akan menghasilkan, mengelompokan, dan membagi-bagi pengajaran yang akan dilaksanakan. Serta adanya pilihan, jadi hasilnya semacam kompromi antara anggota penerima kurikulum.
4. Asas Psikologis
Dalam ensiklopedia indonesia asas berarti suatu kebenaran atau pendirian, atau yang dijadikan pokok suatu keterangan. Asas psikologi berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi.
a. Psikologi Anak
Salah satu hal sekolah didirikan adalah guna menciptakan kondisi dimana anak dapat belajar mengembangkan bakat kemampuan sejak awal abad ke-20, anak telah mendapatkan perhatian menjadi bagian fari asas dalam pengambangan kurikulum.
b. Psikologi Belajar
Adanya teori belajar telah mempengaruhi proses belajar mengajar. Yang mana teori tersebut dijadikan sebagai dasar proses itu. Oleh sebab itu telah kita ketahui adanya hubungan yang erat kurikulum dan psikologi belajar dan pskologi anak. Dengan adanya hubungan itu psiologi dijadikan salah satu dasar dari kurikulum.
Selain itu belajar mempunyai implikasi dalam penyusunan kurikulum sebagai berikut:
• Bahwasanya kurikulum itu pada perencanaaya harus mempunyai difat yang fleksible (luwes), serta dapat menyediakan program yan gluas guna p\mengembangkan berbagai pengalaman belajar.
• Latar belakang siswa serta keseluruhan lingkunganya menjadi salah satu dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, hal ini agar pengalaman yang diperoleh anak mempunyai makna dan tujuan.
• Pengembangan kurikulum hendaknya memberikan pengalaman yang serasi kebutuhan penyesuaian diri dan mengembangkan kepribadian yang terintegrasi.
• Kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan memperhatikan kesiapan para siswa, karena hal ini mempengaruhi proses pedidikan.
• Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum hendaknya memungkinkan partisipasi aktif dan tanggung jawab para siswa, baik secara perorangan maupun kelompok.
• Penyusunan kurikulum hendaknya terdiri dari atas unit-unit yang luas dan menyeluruh, serta memadukan pola pengalaman yang bermakna dan bertujuan.
• Dalam proses penyusunan dan pelaksanaan kurikulum hendaknya diberikan serangkaian pengalaman yang melibatkan para guru dan siswa secara bersama, sehingga akan mendorong keberhasilan belajar para siswa tersebut.
• Penyusunan kurikulum hendaknya disertai dengan kegiatan evaluasi, karena itu merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses dan hasil pendidikan.[5]
Aspek yang ada pada aspek psikologi yang kompleks namun satu dari definisi manusia bersifat unitas multi multiplex adalah:
a) Aspek ketaqwaan
b) Aspek cipta
c) Aspek karsa
d) Aspek karya (kreatif)
e) Aspek karya (keprigelan)
f) Aspek kesehatan
g) Aspek sosial
h) Aspek individu[6]
5. Asas Ilmu pengetahuan dan Teknologi
Kebutuhan pendidikan yang mendesak cenderung memaksa tenaga pendidik untuk mengadopsinya teknologi dari berbagai bidang teknologi ke dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang berkaitan erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian yang proporsional dalam bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan IPTEK tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar IPTEK dan calon pakar IPTEK itu. Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut.
Kurikulum juga harus memperhatikan perkembangan teknologi agar senantiasa sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi. Teknologi juga memungkinkan untuk pelaksanaan pendidikan menjadi lebih efisien. Yang mana tekhnologi bisa berupa media cetak, elektronik, dan noncetak.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Falsafah atau pandangan hidup adalah sistem nilai dan berbagai borma yang disetujui, baik oleh individu maupun masyarakat suatu bangsa. Dari falsafah pendidikan , diperoleh gambaran ideal manusia yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam bangsa yang bersangkutan. Berdasarkan falsafah pendidikan, ditentukan tjuan pendidikan nasional, yang selanjutnya mendasari tujuan institusional., tujuan kurikulum, dan tujuan intruksional.
Dengan adanya keberagaman masyarakat maka diperlukan sebuah landasan dalam menjalankan kurikulum pendidikan untuk mencapai tujuan nasioanl yang diharapkan. Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa asas dalam kurikulum pada umumnya harus memperhatikan lima asas diatas yaitu :asas filsafat, asas sosiologi, asas psikologi, asas organisatoris, dan asas IPTEK yang kesemuanya itu bersifat continue (berkesinambungan). Pada airan filsafat diatas sudah disebutkan memiliki bermacam-macam aliran diantaranya Idealisme, Realisme, Perenialisme, Pragmatisme, dan Ekstensialisme.
Falsafah pendidikan bangsa indonesia berdasarkan pada isi pancasila yang dijelaskan pada Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 yang juga dinamakan “Eka Pancakarsa” menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.

Daftar Pustaka
H. Dkir. 2004. perencanaan dan pengambangan kurikulum. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Oemar Hmalik. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : remaja Rosydakarya.
S. Nasution. 1995. Asas-Asas Kurikulum edisi kedua. Jakarta :Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2007. KurikulumTingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nasution, S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Jogjakarta: Pustaka Yustisia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa tinggalkan komentarnya yaa.....

TEXT BERJALAN DELAY 0.3 DETIK