Jumat, 30 Maret 2012

Kurikulum Pendidikan Kejuruan

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kurikulum adalah suatu hal yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik komplit dengan cara pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik ditinjau dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Oleh karena itu, merumuskan suatu kurikulum sudah barang tentu bukan perkara gampang. Banyak faktor yang menentukan dalam proses lahirnya sebuah kurikulum.
Dalam merancang kurikulum biasanya dibentuk suatu tim kerja khusus yang dapat berupa lembaga resmi, misalnya seperti Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum sampai saat ini sebagai satu-satunya lembaga resmi bermandat menelurkan kurikulum bagi sekolah penyelenggara pendidikan nasional Indonesia. Tercatat sudah ada 7 kurikulum; kurikulum pertama tahun 1964, kurikulum 1976, kurikulum 1984, kurikulum 1994, Kurikulum edisi revisi 1999 dan yang terbaru kurikulum 2004, yang dilanjut dengan lahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Masing-masing kurikulum memiliki warna dan ciri khas tersendiri. Warna dan ciri khas tiap kurikulum menunjukkan kurikulum berusaha menghadirkan sosok peserta didik yang paling pas dengan jamannya.
Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan landasan yang jelas, sebab perubahan ini disemangati oleh keinginan untuk terus memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional. Persekolahan sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum dituntut untuk memahami dan mengaplikasikannya secara optimal dan penuh kesungguhan, sebab mutu penyelenggaraan proses pendidikan salah satunya dilihat dari hal tersebut. Namun di lapangan, perubahan kurikulum seringkali menimbulkan persoalan baru, sehingga pada tahap awal implementasinya memiliki kendala teknis. Sehingga sekolah sebagai penyelenggara proses pendidikan formal sedikit banyaknya pada tahap awal ini membutuhkan energi yang besar hanya untuk mengetahui dan memahami isi dan tujuan kurikulum baru. Dalam teknis pelaksanaannya pun sedikit terkendala disebabkan perlu adaptasi terhadap perubahan atas kurikulum terdahulu yang sudah biasa diterapkannya.
Sekolah kejuruan sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia, dituntut juga untuk terus mengikuti dan menerapkan berbagai perubahan kurikulum dalam periode tertentu sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam sistem pendidikan nasionalnya. Sekolah kejuruan berbeda dengan sekolah umum, terutama kompetensi lulusannya serta keterkaitannya secara langsung dengan dunia kerja, menyebabkan kurikulum untuk sekolah kejuruan tidak pernah bisa dilepaskan dari kondisi dan situasi dunia kerja yang sedang berkembang. Penyesuaian kurikulum dengan dunia kerja serta tetap dilandasi oleh minat dan kebutuhan siswa, menjadikan kurikulum sekolah kejuruan memiliki kerumitan tertentu baik dalam proses penyusunan maupun implementasinya. Mengingat hal tersebut, penulis mencoba mengangkat persoalan kurikulum sekolah kejuruan ini dalam tulisan ini dengan mengangkat tema “Inovasi Pendidikan Kejuruan dari tahun 1984 sampai 2004”

B. RUMUSAN MASALAH
Dari tema tersebut di atas, penulis mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai kerangka acuan dalam pembahasannya. Tema besarnya adalah inovasi seperti apa yang terkandung dalam perubahan kurikulum dari tahun 1984 sampai 2004?. Untuk memudahkan pembahasan, tema tersebut dirinci menjadi beberapa rumusan masalah yang spesifik, diantaranya;
1. Apa muatan inti yang terdapat pada setiap kurikulum?
2. Apa yang menjadi perubahan mendasar dalam setiap kurikulum?
3. Inovasi seperti apa yang terkandung dalam setiap kurikulum?

C. PEMBATASAN MASALAH
Mengingat setiap kurikulum memuat banyak persoalan di dalamnya, maka dirasa perlu untuk membatasi pengkajian terhadap kurikulum ini, terutama diarahkan pada hal-hal yang lebih spesifik sifatnya seperti membandingkan setiap kurikulum di dalam aspek latar belakang masalahnya, tujuan pendidikannya, pengorganisasian materinya, strategi pembelajarannya, teknik evaluasi hasil belajarnya, proses pembelajarannya, dan hambatan/kendala dalam implementasinya di lapangan. Penulis pun mencoba menampilkan perbedaan mencolok dalam setiap muatan kurikulum dengan tetap melakukan studi komparatif atar kurikulum.

D. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Makalah yang dibuat oleh penulis pada dasarnya memiliki banyak tujuan, adapun yang khusus (spesifik) dari pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan kewajiban tugas akhir semester mata kuliah inovasi pendidikan. Sedangkan tujuan yang lebih luasnya adalah berupaya memberikan gambaran, pengertian dan pemahaman yang cukup lengkap kepada sidang pembaca atau siapapun mengenai inovasi pendidikan kejuruan di Indonesia.

BAB II
HAKEKAT PENDIDIKAN KEJURUAN

A. KOSEP DASAR PENDIDIKAN KEJURUAN
Pendidikan teknologi dan kejuruan di berbagai belahan dunia teristimewa di negara-negara industri, sejak revolusi industri abad ke 17 telah berkembang dengan pesat dan mempunyai karakteristik yang bervariasi sesuai dengan perkembangan industri. Namun demikian, hakikat pendidikan kejuruan, telah tersirat dan tersurat dalam pandangan kajian literatur Tom McArdle (2002), jauh sebelum revolusi industri, telah terjadi elaborasi pemikiran yang intinya disarikan sebagai berikut:

a. Comenius (1592-1670)
Sebagai bapak ilmu mendidik modern, ia mengedepankan gagasan dari suatu kurikulum yang menyeluruh berkenaan dengan pengetahuan dan budaya sebagai bahan pelajaran dari sumber dari alam dengan menggunakan bahasa lokal sehingga pembelajaran menyenangkan.

b. John A Locke's (1632-1704)
Pendidikan perlu disiapkan bagi setiap individu, untuk hidup praktis melalui pembelajaran yang ditunjang bahan ajar bersifat mekanis, dengan latihan kerja di sekolah, sebagai bagian dalam pendidikan untuk bekal kehidupan nyata.

c. Jean Jacques Rousseau(1712-1778)
Pendidikan ideal harus berdasarkan “nilai”melalui belajar pemecahan masalah dalam kondisi nyata seperti magang, dan bukan dihapal tanpa belajar”.

d. Johann Heinrich Pestolozzi (1746-1827)
Metode mengajar menerapkan praktik menggunakan perkakas kerja untuk menghasilkan sesuatu benda yang dapat memberikan nilai ekonomi sebagai wujud idealisme pelatihan yang bermakna.

e. Philip Emmanuel von Fellenberg (1771-1844)
Sistem pelatihan yang berorientasi sekolah kerja, dan lulusannya dipersiapkan memasuki industri.

f. Victor Della Vos (1868)
Sekolah kerja berorientasi keahlian yang diadaptasi dalam sistem pendidikan dilaksanakan secara sistematis sesuai kebutuhan industri.

g. Otto Soloman(1872)
Perubahan sekolah umum ke arah sekolah industri, melalui penambahan mata pelajaran umum dengan keahlian pertukanga.

h. John Dewey (1859-1952),
Prinsip dasar metode pengajaran individu dan perilaku belajar kreatif, realistis dan berpusat pada pemecahan masalah dalam mempersiapkan sebagai warga negara yang demokarasi dan kebutuhan tenaga kerja.

i. Frank Parsons(1909)
Bapak bimbingan kejuruan, ia sangat mengenali kebutuhan dari pentingnya bimbingan bagi siswa sekolah menengah dan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (menganggur), untuk meningkatkan keterampilan. Bertolak dari beberapa pemikiran konseptual dan praksis penyelenggaraan pendidikan teknologi kejuruan, menunjukkan perkembangan pendidikan sesuai dengan kebutuhan pada jamannya. Perkembangan pendidikan teknologi dan kejuruan di berbagai dunia, mempunyai posisi strategis sehingga badan dunia pendidikan (Unesco) dan serikat buruh sedunia (ILO), sangat giat untuk melakukan penyamaan persepsi dan pengembangan program melalui berbagai upaya, termasuk kongres internasional.

Unesco (2001: 21) memberikan penekanan bahwa penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan;
“ Technical and vocational education as preparation for an occupational field should provide the foundation for productive and satisfying careers and should ... lead to the acquisition of broad knowledge and generic skills applicable to a number of occupations within a given field so that the individual is not limited in his/her choice of occupation and is able to transfer from one field to another during his/her working life.”
Pendidikan teknologi dan kejuruan selain mempersiapkan suatu bidang keahlian yang bersifat jabatan, juga perlu didorong untuk pengayaan pengetahuan dan keterampilan umum yang dipandang dapat dijadikan latar belakang mengadaptasi berbagai kemungkinan di masyarakat.
Unesco (2001) dalam kongres internasional di Dakar, merekomendasikan penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan dalam menyongsong abad ke dua puluh satu. Pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan diharapkan dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat. Vladimir Gasskov (2000: 5-6) mengemukakan bahwa terdapat beberapa jenis model pendidikan dan pelatihan kejuruan (Vocational Education Training) secara umum mencakup :
Pertama, pendidikan kejuruan dan sistem pelatihan, pada dasarnya menyampaikan dasar keterampilan spesialis ke individu, yang memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk menemukan pekerjaan atau berbisnis, dapat bekerja secara produktif mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi perkembangan teknologi. Kedua, peningkatan keterampilan sering dijadikan sebagai suatu instrumen untuk melakukan perubahan keahlian. Ketiga, ada tuntutan kebutuhan untuk menyamakan peluang bagi orang-orang untuk terus hidup melalui peningkatan keterampilan. Keempat, pendidikan dan pelatihan dipandang sebagai alat untuk menuju keberhasilan sosial ekonomi negara seperti pengembangan regional dan mendukung sektor industri, mengembangkan barang ekspor, menarik investasi asing dan peningkatan gaji. Kebijakan ini mengarahkan untuk berubah situasi sosial dan ekonomi melalui pelatihan. Kelima, sebagai tambahan manfaat ekonomi,pendidikan dan pelatihan dapat menghasilkan kegunaan sosial, seperti pengurangan kejahatan, peningkatan kesehatan. Keenam, pendidikan dan pelatihan mempunyai manfaat tidak langsung untuk mengurangi pembelanjaan.

Vladimir Gasskov (2000:21) Mengemukakan terdapat beberapa model pendidikan dan pelatihan yang digunakan di dalam VET, yang mencerminkan sistem organisasi pelayanan. Secara umum jenis pendidikan dan pelatihan mempengaruhi manajemen dan struktur organisasi dari pelatihan.
Secara umum menurut Moura Castro dan Alfthan (1992); dan Raja (1994) terdapat lima model pelatihan yang utama dan dapat dikenali antara lain:
1. Sekolah menengah umum menyeluruh, yaitu pendidikan umum ditambah kejuruan (kadang-kadang mengenal sebagai Sistem Amerika);
2. Pelajaran berbasis kejuruan (sering dikenal sebagai French Perancis sistem);
3. Pelatihan yang bersifat ganda antara sekolah dan dunia usaha/industri (sering dikenal sebagai sistem Jerman);
4. Pembelajaran dan pelatihan yang berpusat pada dasarkejuruan;
5. Pelatihan berbasis enterprise(dikenal sebagai Japanese/Jepang sistem)
Bertitik tolak dari paparan konsep penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan di beberapa negara, penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaannya bervariasi, akan tetapi dapat diklasifikasikan secara garis besar menjadi tiga bentuk yaitu:
1. persekolahan tingkat menengah kejuruan, atau sekolah tinggi;
2. persekolahan umum atau universitas dengan tambahan pelatihan kejuruan atau terintegrasi;
3. dalam bentuk kursus-kursus yang spesifik dengan kurikulum khas kejuruan
Ketiga bentuk penyelenggaraan tersebut, peranan pemerintah dan industri dan masyarakat profesi sangat strategis dalam menetapkan arah kebijakan sesuai dengan undang-undang pada setiap negara.

B. PRINSIP-PRINSIP KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Prinsip pendidikan kejuruan didefinisiskan sebagai generalisasi untuk menyiapkan dan pelayanan arahan program dan konstruksi kurikulum, dengan kata lain para praktisi pendidikan kejuruan dapat merencanakan, membuat program dan kurikulum pendidikan, evaluasi, dan proses pembelajaran maupun kebijakan lain yang dikembangkan berdasarkan kepentingan dan perkembangan zaman atau IPTEK. Barlow (1974) mengemukakan bahwa ada 7 prinsip pendidikan kejuruan yang harus diperhatikan yaitu,
1. dikembangkan dan diselenggarakan untuk warga Negara;
2. disediakan melalui pendidikan secara umum;
3. membuat variabel pendidikan kejuruan untuk semua;
4. Integrasikan teori dan praktek di dalam pendidikan kejuruan;
5. melibatkan pemberi kerja di (dalam) program kejuruan;
6. melibatkan pemerintah secara umum di (dalam) pendidikan kejuruan di (dalam) area penetapan standar yang diinginkan dan pemerintah menyediakan dana untuk program;
7. menyediakan penguasaan belajar (mastery learning) dan instruksi secara individual.
Sedangkan Miller (1986) memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip pendidikan kejuruan digolongkan ke dalam 10 prinsip, yaitu:
a) Bimbingan merupakan komponen pendidikan kejuruan yang penting. Bimbingan merupakan unsur penting dalam pendidikan kejuruan, memberikan bimbingan dan tuntutan kepada masyarakat dalam rangka hidup dan kehidupannya.
b) Belajar seumur hidup dipromosikan melalui pendidikan kejuruan. Prinsip belajar seumur hidup dapat ditingkatkan melalui pendidikan kejuruan. Dengan adanya perkembangan IPTEK dan perubahan zaman, melalui pendidikan kejuruan masyarakat akan selalu dapat menyesuaikan, mengantisipasi dan adaptif.
c) Kebutuhan masyarakat dicerminkan oleh program pendidikan kejuruan. Segala kebutuhan masyarakat akan terpenuhi baik dari kepentingan individu, masyarakat, maupun nasional. Efisiensi industri masa depan dapat berkembang melalui sistem pelatihan kejuruan (vocational training).
d) Pendidikan kejuruan terbuka bagi semua. Pendidikan ini terbuka untuk semua masyarakat tanpa kecuali. Pendidikan kejuruan memberikan kebebasan individu/masyarakat untuk menentukan alternatif pilihan pendidikannya maupun keahliannya sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki.“... vocational education is intended to serve people of all ages”(Prosser)
e) Pendidikan kejuruan lebih bertanggungjawab dalam mencetak dan membentuk individu/masyarakat untuk dapat menduduki atau menempati di dalam berbagai bidang pekerjaan atau jabatan di dalam hidupnya.
f) Perbedaan peran pendidikan jenis kelamin dipromosikan melalui pendidikan kejuruan. Sesuai prinsip bahwa pendidikan kejuruan tidak membedakan kaum pria dan wanita, memberikan kesempatan bagi semua orang untuk mendapat kan pendidikan tersebut. Pekerjaan-pekerjaan tertentu malah memerlukan tingkat ketelitian, kesabaran, kecermatan maupun kehalusan yang tinggi, hal ini memerlukan tenaga wanita yang berasal dari pendidikan kejuruan.
g) Individu dengan kebutuhan khusus dilayani melalui pendidikan kejuruan. Setiap individu/masyarakat mempunyai keinginan atau kebutuhan yang khusus yang saling berbeda dengan yang lainnya.Pendidikan kejuruan menawarkan berbagai program sesuai dengan kebutuhan tersebut.
h) Pada dasarnya semua jenis pendidikan apapun tidak lain adalah pendidikan kejuruan juga.
i) Guru pendidikan kejuruan merupakan komponen guru profesi dan guru jabatan. Guru merupakan komponen utama dalam pendidikan kejuruan, di samping komponen lain yang harus ada, seperti:(1)guru harus berkompeten secara khusus dibidang yang akan diajarkan;(2)guru harus mengetahui bagaimana cara memberi pengajaran;(3)guru berhadapan dengan suatu kelompok permasalahan yang melibatkan pengetahuan siswa, bisa dihadapi secara khusus; (4)guru harus mempunyai suatu pengalaman mendidik yang luas.
j) Suatu etos kerja (work ethnic) dipromosikan melalui pendidikan kejuruan.Slamet PH, menyatakan bahwa etos (ethic) dapat diinterpreta sikan sebagai kebiasaan, kecenderungan modal kerja, sikap terhadap sesuatu, atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Jadi etos kerja dapat diartikan sebagai kebiasaan kerja, kecendrungan modal kerja atau pandangan hidup tentang kerja. Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi etos kerja seseorang akan semakin tinggi dalam prestasi kerjanya.

Melalui pendidikan kejuruan, seseorang dapat meningkatkan etos kerjanya, prestasi kerjanya, dan akhirnya dapat menunjukkan produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu dalam pendidikan kejuruan, di samping menekankan segi skill, tetapi juga segi afektif dan knowledge pada umumnya. Di mana pada pendidikan non kejuruan tidak akan dijumpai. Bertolak dari uraian di atas, dapat diketahui tentang berbagai prinsip yang digunakan sebagai pedoman yang banyak berkaitan dengan alasan-alasan pentingnya eksistensi pendidikan kejuruan.

1. Miller (1986). memberikan prinsip pengajaran pendidikan kejuruan sebagai berikut: kesadaran akan karir. Karir merupakan bagian penting dalam pendidikan kejuruan khususnya pada proses awal pendidikan itu sendiri;
2. pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang menyeluruh dan merupakan bagian dari masyarakat (public system);
3. kurikulum dalam pendidikan kejuruan berdasarakan atas kebutuhan-kebutuhan dunia kerja/dunia industri;
4. jabatan atau pekerjaan dalam kelompok/keluarga sebagai salah satu pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan khususnya pada tingkat menengah;
5. Inovasi merupakan bagian yang sangat ditekankan dalam pendidikan kejuruan;
6. seseorang dipersiapkan untuk dapat memasuki dunia kerja melalui pendidikan kejuruan;
7. keselamatan merupakan unsur penting dalam pendidikan kejuruan;
8. pengawasan dan meningkatkan pengalaman okupasi/pekerjaan dapat diberikan melalui pendidikan kejuruan.

Sehubungan dengan program pendidikan kejuruan dalam pelaksanaannya diperlukan berbagai prinsip penting untuk pengembangan dan peningkatannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a) pendidikan kejuruan selalu terbuka untuk diberikan saran, nasehat, kritik, dan sebagainya untuk program-programnya;
b) artikulasi dan koordinasi merupakan salah satu titik sentral dalam pendidikan kejuruan;
c) evaluasi merupakan proses yang terus menerus ada dalam pendidikan kejuruan;
d) prinsip follow-up (tindak lanjut) merupakan pengembangan dalam pendidikan kejuruan;
e) adanya lembaga legislatif dalam pendidikan kejuruan sangat dibutuhkan;
f) perencanaan menyeluruh sangat ditekankan dalam pendidikan kejuruan;
g) penelitian yang dilakukan secara kontinyu dapat memberikan fondasi yang kuat dalam pendidikan kejuruan

BAB III
SELAYANG PANDANG PERUBAHAN KURIKULUM
Dari tahun 1984 sampai tahun 2004

A. Kurikulum Pendidikan Kejuruan 1984
1) Latar Belakang
Kurikulum Edisi 1984 disebutkan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan kejuruan karena merupakan langkah awal pengkajian terhadap kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, dimana kurikulum ini dikembangkan bermula dari data-data empirik yang diperoleh dari pelaksanaan kurikulum pendidikan menengah kejuruan sejak 1981 yang meliputi :
Ditemukannya sejumlah unsur baru dalam GBHN 1983 yang perlu ditampung dalam kurikulum yang bersumber dari nilai dasar, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Hal-hal yang berkaitan dengan inovasi peningkatan pendidikan kejuruan dapat dilihat dalam GBHN 1983 sebagai berikut:
“Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu dan efisiensi kerja. Dalam hubungan ini, berbagai tingkat dan jenis pendidikan dan pelatihan kejuruan serta politeknik perlu lebih diperluas dan ditingkatkan mutunya dalam rangka mempercepat dipenuhinya kebutuhan tenaga yang cakap dan terampil bagi pembangunan di berbagai bidang.”
Adanya kesenjangan program pendidikan baik dengan kebutuhan anak didik maupun dengan lapangan kerja.
terlalu saratnya materi kurikulum yang harus diberikan
kurikulum 1976/1977 tidak dirancang untuk memungkinkan siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Suwarna, 2002:131).
Untuk merealisasikan harapan tersebut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan keputusan Nomor 0289a/U/1985 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Pertama SMKTP) dan Nomor 0289b/U/1985 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas (SMKTA) sebagai kurikulum penggantinya. Yang lebih mendasar adalah dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983 yang berisi penyederhanaan organisasi kurikulum, dimana kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas disusun dengan mengacu pada kumpulan jabatan tingkat menengah yang ada dan yang diperkirakan akan diperlukan oleh masyarakat.

2) Tujuan Pendidikan
Tujuan utama kurikulum SMK 1984 adalah menyiapkan siswa menjadi tenaga siap kerja dengan memberikan peluang yang luas untuk mengembangkan dirinya (memberi peluang kepada siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi)
3) Pengorganisasian Materi
Dalam organisasi program pendidikan SMK dikenal sebutan program studi yang dikelompokkan menjadi program inti dan program pilihan. Program inti merupakan program yang wajib diikuti oleh semua siswa yang mengacu pada pencapaian tujuan nasional, perubahan nilai dan tata hidup dalam masyarakat seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, pengetahuan dan kemampuan kejuruan dan sikap yang sesuai. Program inti ini mencakup Mata Pelajaran Dasar Umum (MPDU) dan Mata Pelajaran Dasar Kejuruan (MPDK). MPDU meliputi sejumlah mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua kelompok pada SMKTA. MPDK bertujuan untuk memberikan bekal dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk mendasari program pilihan, terdiri atas sejumlah mata pelajaran dasar yang wajib diikuti oleh semua siswa SMKTA yang serumpun. Rumpun adalah kumpulan program studi yang mempunyai MPDK yang sama.
Program pilihan, merupakan program yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya serta kebutuhan daerah dan pembangunan. Program pilihan yang dimaksud mengacu kepada penguasaan kejuruan dengan kompetensi khusus keilmuan, sikap-sikap profesionalisme yang disyaratkan serta membuka kemungkinan pelaksanaan pendidikan seumur hidup. Program pilihan dituangkan dalam Mata Pelajaran Kejuruan (MPK). Implementasi kedua program tersebut adalah :
SMKTA: Program Inti 60% (MPDU 30% dan MPDK 30% dan Program Pilihan 40%)
SMKTP: Program inti 70% dan program pilihan 30%


4) Strategi Pembelajaran
Konsep implementasi kurikulum ini didasarkan pada prinsip-prinsip :
Prinsip relevansi, dimana kurikulum dikembangkan dengan mempertimbangkan tuntutan kebutuhan siswa baik secara umum maupun perorangan sesuai dengan minat dan bakat siswa serta kebutuhan lingkungan.
Prinsip pengembangan, dimana kurikulum dikembangkan secara bertahap dan terus menerus dengan jalan mengadakan perbaikan/pemantapan dengan pengembangan lebih lanjut yang bersifat progresip.
Prinsip pendidikan seumur hidup, dimana kurikulum dirancang untuk membuka kemungkinan pengembangan pendidikan seumur hidup (tak mengenal batas usia)
Prinsip keluwesan/fleksibel, yaitu kurikulum dikembangkan dengan mempertimbangkan fleksibel dalam pelaksanaannya/implementasinya.

5) Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi yang serempak dilaksanakan per semester, dimana masih lebih menekankan pada evaluasi terhadap tingkat penguasaan pengetahuan, prinsip dan konsep-konsep. Penilaian terhadap penguasaan keterampilan masih bersifat sebagai unsur penunjang. Penilaian terhadap praktek biasanya dilakukan pada semester ke 5 atau semester 1 di tingkat 3.

6) Proses Pembelajaran
Pelaksanaan PBM terdiri atas kegiatan intra-kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-kurikuler
Pelajaran teori diintegrasikan ke dalam pelajaran praktek untuk mata pelajaran yang sama
Tahun pertama merupakan tahun bersama ( belum dijuruskan)
Menerapkan sistem kredit semester
Mulai dilaksanakannya bimbingan karir (BK)
Mulai diimplementasikannya mata pelajaran PSPB dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu
Keterpaduan teori dan praktek dalam pelaksanaan dengan bobot praktek kejuruan sekitar 40% dari keseluruhan program pendidikan
Susunan dengan pola program inti dan program pilihan dengan porsi 60% : 40%
Unit Produksi Sekolah (sebagai sarana kerjasama sekolah dengan dunia usaha/industri) dijadikan tempat praktek guru dan siswa dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya, karena unit produksi dapat dikembangkan secara bisnis menyerupai sebuah usaha/industri yang menghasilkan dana untuk membantu praktek siswa.

7) Hambatan dalam pengimplementasian kurikulum
Pola penyelenggaraan proses belajar mengajar dilakukan di sekolah, sehingga materi kejuruan yang diberikan tidak jarang bertentangan atau tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang ada di dunia industri.
Karena seluruh proses pengembangan kurikulum dilakukan di tingkat pusat, sekolah sebagai pelaksana, maka kebijakan yang diberikan dari pusat cenderung berlawanan dengan kondisi di lapangan sehingga proses PBM/pendidikan tidak berjalan dengan efisien dan efektif.

B. Kurikulum SMK 1993/1994
1) Latar Belakang
Perubahan kurikulum ini terutama didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan baru dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dan SK Mendikbud No. 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah Kejuruan dan Pertimbangan lain yang terjadi dalam sektor ketenagakerjaan dan pembangunan, serta kecenderungan yang akan terjadi di masa depan. Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan berbasis kompetensi, yaitu segala sesuatu ditetapkan atas dasar perimbangan pencapaian kemampuan yang harus dikuasai oleh lulusan melalui analisis jabatan yang ada di lapangan kerja.

2) Tujuan Pendidikan
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menenegah, Bab 1 Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Kemudian Bab II pasal 3 Ayat 2 mengatakan bahwa Pendidikan Menengah Kejuruan mengutamakan persiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional.


3) Pengorganisasian Materi
GBPP Kurikulum 1994 disajikan tidak secara rinci namun dalam garis-garis besarnya saja.
Mata-mata pelajaran pada kelompok dasar kejuruan seperti matematika, bahasa inggris dan IPA di beri alokasi jam tambahan.

4) Strategi Pembelajaran
“Link and Macth”, merupakan salah satu kebijakan baru untuk pembangunan pendidikan yang sering diterjemahkan terkait dan sepadan. Kebijakan “Link and Macth” mengimplikasikan wawasan sumber daya manusia, wawasan masa depan, wawasan mutu dan wawasan keunggulan, wawasan profesionalisme, wawasan nilai tambah dan wawasan ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya pendidikan kejuruan.
Pendekatan dari “supply-driven” menuju ke “demand-driven”. Pendekatan lama yang bersifat “supply-drivend” dilakukan secara sepihak oleh penyelenggaraan pendidikan kejuruan, mulai dari perencanaan , penyusunan kurikulum dan evaluasinya. Pada pendekatan “demand–driven” mengharapkan justru pihak dunia usaha, dunia industri aatau dunia kerja yang harusnya lebih berperan dalam menentukan mendorong dan menggerakan pendidikan kejuruan sebagai yang berkepentingan dari sudut tenaga kerja.
Dari “School-based program” ke “dual-based program”. Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah kependidikan berbasis ganda mengharapkan supaya program pendidikan kejuruan dilaksanakan didua tempat. Teori dan praktek dasar kejuruan dilaksanakan di sekolah , sedangkan keterampilan produktif dilaksanakan di DU/DI dengan prinsip belajar sambil bekerja (Learning by doing).
Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN), yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud dan ketua umum KADIN pada tanggal 17 Oktober 1994 No. 0267a/U/1994 dan No. 84/KU/X/1994. MPKN telah secara efektif menggerakkan berbagai badan organisasi perusahaan dan Asosiasi profesi yang dibawah naungan KADIN dalam mendukung pelaksanaan PSG. MPKN bertugas melakukan standarisasi jabatan, standarisasi kompetensi dan sistem pengujian serta sertifikasi.
Pendidikan Sistem Ganda (PSG), merupakan suatu bentuk pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistimatis dan singkron program pendidikan disekolah dan program belajar melalui kegiatan bekerja langsung pada bidang pekerjaan yang relavan, terarah untuk mencapai penguasaan kemampuan keahlian tertentu.
Dibentuknya Bursa Kerja Khusus (BKK), merupakan wadah untuk pemasaran lulusan SMK yang merupakan salah satu ukuran utama dalam menilai keberhasilan SMK.

5) Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Selain dilaksanakan evaluasi tertulis terhadap tingkat penguasaan konsep, prinsip dan pemahaman yang bersifat teoritis juga adanya uji profesi untuk mengukur tingkat penguasaan keahlian kejuruan sesuai dengan kompetensi yang ada pada kurikulum 1994, sebagai pengganti EBTANAS.

6) Proses Pembelajaran
Pembelajaran menurut Kurikulum SMK 1994 disajikan dalam periode catur wulan, PBM dilaksanakan di sekolah dan di dunia usaha/industri, program pembelajaran disusun bersama-sama antara sekolah dan institusi pasangan. Pola pelaksanaan kurikulum SMK 1994 berbeda dengan kurikulum SMK 1984 dalam berbagai hal antara lain :
Petunjuk pelaksanaan lebih sederhana sekolah dapat melakukan improvisasi dan pengayaan di lapangan
Pengajaran tidak hanya mengandalkan sumber daya pendidikan sekolah tetepi di beri kesempatan memenfaatkan potensi yang ada di dunia industri dan lingkungannya
Adanya muatan lokal
Adanya keahlian kejuruan yang dipelajari di sekolah dengan keahlian profesi yang di perlukan di lapangan
SMK di dorong membentuk kegiatan unit produksi yang di kelola secara professional.
Di kembangkannya sistim magang yang diakui sebagai bagian dari kegiatan belajar melalui praktek lapangan.
SMK diharapkan dapat mengembangkan program yang berorientasi pada pasar kerja.
SMK dilengkapi dengan bimbingan kejuruan.
Dibentuknya majelis penasehat sekolah yang beranggotakan seluruh pihak yang terkait dengan SMK.


7) Hambatan Utama dalam Implementasi kurikulum
Mengingat tidak meratanya kondisi daerah dan ketersediaan DU/DI baik jumlah maupun yang bersedia menjadi institusi pasangan, maka tidak jarang pihak sekolah mengalami kesulitan untuk menetapkan jenis pekerjaan dan materi yang akan diberikan kepada peserta didik yang bisa sesuai dan diterima oleh dunia kerja. Selain itu pelaksanaan penempatan siswa yang akan melakukan praktek kerja industri sering tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki siswa.

C. Kurikulum SMK Edisi 1999
1) Latar Belakang
Upaya pembaharuan pendidikan harus dilakukan secara terus menerus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan ekonomi, dan perubahan dalam masyarakat. Khususnya pada pendidikan kejuruan, telah banyak upaya pembaharuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dilakukan selama ini. Namun, berdasarkan hasil-hasil kajian, pengamatan, dan penelitian, upaya pembaharuan tersebut banyak menghadapi kendala-kendala di lapangan, yang perlu dicari alternatif pemecahannya.
Permasalahan SMK telah menjadi perhatian pemerintah, masyarakat dan dunia industri paling tidak sejak periode 1990-an sampai sekarang, adalah sama yaitu menyangkut hal: masa tunggu kerja tamatan, tingkat pengangguran yang tinggi, mutu lulusan SMK, sistem kompetensi dan sertifikasi. Menyadari hal tersebut, Depdikbud (sekarang Depdiknas) mengeluarkan kebijakan “link and match” melalui model pendidikan sistem ganda (PSG) dan sertifikasi dalam implementasi Kurikulum Edisi 1999.

2) Tujuan Pendidikan
Tidak ada perubahan yang mendasar antara tujuan pendidikan pada kurikulum 1994 dengan 1999, yaitu pada Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menenegah, Bab 1 Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi: Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Kemudian Bab II pasal 3 Ayat 2 mengatakan bahwa Pendidikan Menengah Kejuruan mengutamakan persiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional.


3) Pengorganisasian Materi
Kurikulum SMK Edisi 1999 disusun oleh sekolah bersama-sama dengan industri dan elemen masyarakat lain yang tergabung dalam Majelis Sekolah. Sehingga sekolah mempunyai peluang yang besar dalam mengembangkan dan melakukan inovasi kurikulum secara bebas, bertanggung jawab, dan mandiri.
Penyusunan Kurikulum SMK Edisi 1999 dikembangkan dengan mengaju pada beberapa prinsip, yaitu: pengelompokkan kembali program berdasarkan kesamaan akar kompetensi, tingkat keluwesan keahlian, perkutan daya adaptabilitas, standarisasi program, pentahapan pembelajaran, berbasis ganda dan kegiatan ekstra kurikuler.
Kurikulum SMK Edisi 1999 disusun menjadi tiga tahap, yaitu: (1) tingkat I berisi kompetensi dan bahan kajian dasar-dasar kejuruan; (2) tingkat II berisi kompetensi dan bahan kajian yang lebih fungsional; dan (3) tingkat III berisi paket-paket keahlian.
Pada kurikulum 1999 program pendidikan dan pelatihan terdiri dari program normatif, adaptif, dan produktif.

4) Strategi Pembelajaran
Kurikulum SMK Edisi 1999 merupakan perpaduan dari dua pendekatan (kurikulum 1994 dan 1996) yaitu kurikulum berbasis kompetensi dan pendekatan berbasis luas, kuat dan mendasar (Broad Band Curriculum=BBC dan Competency Based Curriculum=CBC) sebagai upaya meningkatkan mutu tamatan SMK sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan perkembangan dunia kerja.
Metode pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan berbasis ganda (Dual Based Program), dilaksanakan di sekolah dan di dunia industri/usaha.
Perkuatan kemampuan daya sesuai dengan kemandirian pengembangan diri tamatan (Depdikbud, 1999).
Pada kurikulum edisi 1999 tercermin adanya penambahan jam pembelajaran, baik pada pembelajaran Matematika, Kimia, Bahasa Inggris maupun pada aspek produktif. Begitu juga pada penambahan mata pelajaran atau diklat kewirausahaan.


5) Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Terlaksananya ujian profesi dan sertifikasi industri melalui kerja sama yang makin mantap. Dalam Kebijakan Teknis Pengembangan dan Implementasi Kurikulum SMK Edisi 1999, yang dirumuskan oleh Balitbang dan Ditjen Dikdasmen, dinyatakan: “untuk kepentingan pemasaran tamatan di SMK diberlakukan Uji Kompetensi di samping EBTANAS”. EBTANAS sifatnya wajib diikuti oleh seluruh siswa untuk dapat dinyatakan lulus dari SMK, sedangkan Uji Kompetensi lebih bersifat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh sertifikasi (pengakuan) terhadap keahlian yang dimiliki sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja.

6) Proses Pembelajaran
Dalam pembelajaran aspek normatif dan adaptif ditekankan agar tidak lagi menggunakan metode dan teknik pembelajaran konvensional seperti duduk, dengar, catat, dan hapal (DDCH). Pembelajaran yang bermakna (memiliki life skill yang tinggi) hanya akan tercapai, bila tercipta “pembelajaran, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) tercipta dalam kelas. PAKEM akan terwujud bilamana metode dan pendekatan pembelajaran diterapkan antara lain:
Penerapan pola CBSA melalaui pendekatan proses.
Pendekatan Quantum Teaching dan Quantum Learning.
Begitu pula dalam pembelajaran produktif agar dihasilkan efisiensi dan efektif, sesuai dengan tuntutan kurikulum edisi 1999, diharuskan menggunakan pendekatan “Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Base Training) CBT.

7) Hambatan Utama dalam Implementasi Kurikulum
Pelaksanaan Kurikulum SMK Edisi Tahun 1999 juga menghadapi beberapa kendala. Dalam penerapan kurikulum broad based terdapat kesulitan dalam menentukan materi program adaptif, untuk kelompok yang sejenis tetapi sangat berbeda bidang keahliannya. Misalnya, untuk kelompok teknologi industri, terdapat perbedaan karakteristik isi kurikulum antara bidang keahlian Teknik Bangunan dan Teknik Mesin. Hal ini perlu diperhatikan dalam penyajian program adaptif, yang seharusnya juga berbeda. Kendala berikutnya mungkin terjadi untuk program pendidikan dan pelatihan praktik industri, yang lamanya minimum 6 bulan kerja sesuai dengan jam industri. Perubahan waktu praktik industri dari 4 bulan menjadi 6 bulan ini perlu diantisipasi, baik dalam pengelolaannya di sekolah maupun ketersediaan tempat praktik dan koordinasinya pada dunia usaha/industri.

D. Kurikulum SMK Edisi 2004
1) Latar Belakang
Tantangan kehidupan di masa depan pada hakekatnya adalah tantangan terhadap kompetensi yang dimiliki manusia. Karena itu arah pengembangan kurikulum harus berbasis pada pengembangan potensi manusia yang beragam.
Perlu disadari bahwa manusia dilahirkan unik dengan segala keberagaman dan kecepatannya. Karena itu kurikulum sebagai acuan dan fasilitator penyelenggaraan pendidikan, sayogianya memberi peluang adanya kemerdekaan dan pemerataan dalam pendidikan.
Pendidikan menjadi bermakna apabila secara pragmatis dapat mendidik manusia bisa hidup sesuai zamannya.
Pendidikan harus dilihat sebagai wahana untuk membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan, guna menjalani dan mengatasi masalah kehidupan pada hari esok maupun masa depan yang selalu berubah.
Pendidikan kejuruan perlu mengajar dan melatih peserta didik untuk menguasai kompetensi dan kemampuan lain yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan dan yang berguna sebagai modal untuk mengembangkan dirinya di kemudian hari.

2) Tujuan Pendidikan
Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di DUDI sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya.
Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi dilingkungan kerja dam mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya.
Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni agar mampu mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Membekali peserta didi dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahlian yang dipilih.

3) Pengorganisasian Materi
Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh industri/dunia usaha/asosiasi profesi, materi diklat dikemas dalam berbagai mata diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan menjadi program normatif, adaptif dan produktif. Khusus untuk program produktif ada acuan baku yang dikenal dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)

4) Strategi Pembelajaran
Pembelajaran kurikulum SMK 2004 berbasis kompetensi menganut prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) untuk dapat menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan agar dapat bekerja sesuai dengan profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Untuk dapat belajar secara tuntas, dikembangkan prinsip pembelajaran :
Learning by doing (belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata yang memberikan pengalaman belajar bermakna), dikembangkan menjadi pembelajaran berbasis produksi.
Individualized learning (pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap individu) dilaksanakan dengan sistem moduler.

5) Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Konsistensi dengan pendekatan kompetensi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum SMK Edisi 2004, maka sistem penilaian menitikberatkan pada penilaian hasil belajar berbasis kompetensi dan penilaian berbasis kelas dengan ciri sebagai berikut:
Menggunakan Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference Assessment)
Keberhasilan peserta didik hanya dikategorikan dalam bentuk ”kompeten” dan ”belum kompeten”
Penilaian dilaksanakan secara berkelanjutan
Selain itu untuk pengakuan terhadap kompetensi yang telah dikuasai oleh peserta diklat, perlu dikembangkan mekanisme pengakuan sebagai berikut:
Verifikasi terhadap hasil penilaian pihak internal SMK oleh pihak eksternal, agar apa yang telah dicapai peserta didik dapat diserfikasi oleh dunia kerja.
Recognition of Prior Learning (RPL) atau Recognition of Current Competency (RCC) untuk mendukung pelaksanaan sistem multi-entry/multi-exit.

6) Proses Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Pola penyelenggaraan pendidikan di SMK dapat menerapkan berbagai pola yaitu pola pendidikan sistem ganda (PSG), multi-entry exit (MEME) dan pendidikan jarak jauh.

7) Hambatan Utama dalam Implementasi Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum SMK Edisi 2004 mengalami beberapa hambatan misalnya :
Secara umum belum memandainya sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia, fasilitas belajar dan peralatan laboratorium banyak yang rusak/tidak layak dan tidak sesuai lagi dengan peralatan yang ada di dunia kerja.
Faktor kompetensi dan profesionalisme guru yang kurang memadai, sehingga kurikulum tidak bisa berjalan secara efektif.
Terdapatnya kesenjangan yang mencolok antara SMK yang ada di kota-kota besar dengan daerah, sehingga kita tidak bisa memacu pendidikan dengan cepat.


BAB IV
ANALISA TERHADAP PERUBAHAN KURIKULUM
Dari tahun 1984 sampai tahun 2004


Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya mengenai kurikulum 1984 dapat disebutkan bahwa kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri antara lain :
1) bertujuan menyiapkan siswa menjadi tenaga siap kerja dengan memberi peluang yang luas untuk mengembangkan diri
2) menitikberarkan pada proses tanpa mengabaikan hasil orientasi pada siswa
3) meningkatkan komunikasi dua arah melalui keterampilan proses
4) organisasi kurikulum terdiri atas MPDU dan MPDK
5) pelajaran teori diintegrasikan ke dalam pelajaran praktek untuk mata pelajaran yang sama
6) tahun pertama merupakan tahun bersama ( belum dijuruskan)
7) menerapkan system kredit semester
8) mulai dilaksanakannya bimbingan karir (BK)
9) sifat SMK tidak terminal; lulusannya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi
10) mulai diimplementasikannya mata pelajaran PSPB dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu
11) keterpaduan teori dan praktek dalam pelaksanaan dengan bobot praktek kejuruan sekitar 40% dari keseluruhan program pendidikan
12) susunan dengan pola program inti dan program pilihan dengan porsi 60% : 40%
13) istilah-istilah yang digunakan adakah kelompok, rumpun dan program studi.

Kurikulum edisi 1984 merupakan kurikulum yang pendekatan pembelajarannya pada “school-based program” sedangkan pada kurikulum edisi 1994 terjadi perubahan pola pembelajaran yang berorientasi menjadi “dual-based program” yang di implimentasikan melalui pendekatan “link and macth” dengan pelaksanaan melalui Pendidikan sistem ganda (PSG). Pola pikir lama yang melihat pendidikan menengah kejuruan sebagai sub sistim dari sistim pendidikan nasional saja, telah berkembang melihat pendidikan menengah kejuruan, juga sebagai sub sistim dari sistim pembangunan sumber daya manusia.
Pada pola kurikulum 1984, pengelola pendidikan menengah kejuruan merasa paling tahu dan paling berhak menentukan dan melaksanakan pendidikan kejuruan telah berubah dengan memahami dan menyadari bahwa pihak dunia usaha dan industri adalah juga pihak yang berkepentingan terhadap hasil (Out come) pendidikan menengah kejuruan, dan pihak yang lebih mengetahui kebutuhan kerja, karena itu berhak dan perlu diajak ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil pendidikan menengah kejuruan.
Pembaharuan kurikulum 1994 ini terletak juga pada: pendekatan, struktur program, periode ajaran, dan evaluasi, yaitu:
1. Kurikulum SMK Tahun 1994 menggunakan pendekatan competency based, sedangkan Kurikulum Edisi 1999 menggunakan pendekatan kombinasi competency based dan broad based.
2. Struktrur program Kurikulum SMK Tahun 1994 terdiri dari program umum dan program kejuruan, sementara itu Kurikulum SMK Edisi 1999 terdiri dari program normatif, program adaptif, dan program produktif.
3. Pembelajaran menurut Kurikulum SMK 1994 disajikan dalam periode catur wulan, sedangkan Kurikulum 1999 disajikan dalam sistem semester.
4. Evaluasi Kurikulum 1994 dilaksanakan secara parsial, sebaliknya pelaksanaan Kurikulum 1999 akan dievaluasi secara menyeluruh. Kurikulum SMK Edisi 1999 kemudian diperbaharui kembali dengan Kurikulum SMK Edisi 2004.

Salah satu inovasi pada Kurikulum SMK Edisi 1999 adalah pemberlakuan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan tanggal 31 Desember 1997, yang memuat komponen-komponen yang diperlukan dalam penyelenggaraan PSG. Inti dari perubahan ini adalah upaya untuk mendekatkan pendidikan kejuruan ke dunia usaha/industri.
Selain itu, ada perubahan waktu pelaksanaan praktek industri dari 4 bulan menjadi 6 bulan, yang memerlukan kesiapan sekolah maupun institusi pasangan. Namun secara mendasar, rintisan pembaharuan yang dianggap strategis pada Kurikulum Edisi 1999 meliputi:
1. Masa pengenalan sistem, dimana telah dimulai pada era 1995 dengan dicanangkannya “link and match program”.
2. Masa rintisan sistem sertifikasi dari tahun 1996 – 1998.
3. Uji kompetensi sebagai bagian dari ujian akhir SMK (mulai 1999).
4. Pengembangan model sertifikasi kompetensi di SMK
5. Penyipan SMK sebagai Tempat Uji Kompetensi bagi Lembaga Sertifikasi Profesi/LSP (mulai 2003).

Ada beberapa catatan penting yang menarik untuk dikaji mengenai implementasi dari Kurikulum SMK Edisi 1999 diantaranya adalah
1. Terdapat kendala akademis dalam pelaksanaan kurikulum broad based, terutama dalam menentukan isi program adaptif untuk bidang keahlian yang sangat berbeda, walaupun dalam kelompok kejuruan yang sama;
2. Dalam PP 29/1990 ini, pendidikan kejuruan hanya dijelaskan pada tiga tempat. Pasal 1 Ayat 3 menyatakan “pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu”. Sementara itu, pada Pasal 3 Ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Kemudian, pada Pasal 7 diatur syarat-syarat pendirian sekolah menengah kejuruan. Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, dalam PP 29/1990 ini pendidikan kejuruan juga mendapat porsi yang kecil, dan rumusan peraturan untuk pendidikan kejuruan masih terasa sangat umum.
4. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kejelasan kebijakan pendidikan kejuruan adalah membuat Peraturan Pemerintah tersendiri untuk menyempurnakan PP 29/1990 sehubungan dengan berlakunya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.
5. Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997 perlu direvisi karena terdapat rumusan-rumusan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan IPTEK dan DUDI, dimana kurikulum SMK hanya meliputi Program Umum dan Program Kejuruan (Sebagai contoh, pada Bab IV Program, Pasal 8 dan 9 sudah tidak konsisten dengan Kurikulum SMK 1999). Sedangkan menurut Kurikulum 1999, program pendidikan dan pelatihan terdiri dari program normatif, adaptif, dan produktif.
6. Selama ini, di Indonesia dilaksanakan model PSG untuk semua SMK dengan berbagai kondisi. Pelaksanaan PSG ternyata menemui berbagai keragaman kendala, antara lain: kendala geografis, kendala kesiapan dan potensi SMK, kendala program SMK yang kurang didukung oleh keberadaan industri di daerah yang bersangkutan, kurang efektifnya guru pembimbing dari sekolah, dan instruktur di industri, sulitnya menjalin kerjasama dengan IP, serta lemahnya manajemen pelatihan di industri. Barangkali lebih efisien apabila model PSG ini tidak harus dilaksanakan untuk semua SMK. Setiap sekolah, dengan pertimbangan Majelis Sekolah, diberi kebebasan untuk memilih salah satu diantara empat model, yaitu: model pasar, model PSG, model pendidikan koperatif, dan model sekolah, tergantung dari kemampuan, potensi, kesiapan, dan lingkungan masing-masing SMK.
7. Dari kenyataan di atas, muncul pemikiran alternatif-alternatif pelaksanaan Kurikulum SMK Edisi 1999, misalnya: (1) Kurikulum kombinasi broad based dan competency based barangkali hanya dilaksanakan untuk bidang-bidang keahlian dalam kelompok di luar teknologi dan industri, sedangkan untuk bidang-bidang keahlian dalam kelompok teknologi dan industri tetap menggunakan kurikulum competency based. (2) Waktu pelaksanaan praktek industri dapat dipilih oleh masing-masing SMK yang lamanya 4-6 bulan tergantung dari kesiapan sekolah dan institusi pasangannya.

Dari uraian di atas, serta implementasi di lapangan mengenai kurikulum edisi revisi tahun 1999 ini dapat diberikan beberapa catatan penting, yakni;
1. Strategei penerapan PSG dalam Kurikulum Edisi 1999 ternyata kurang berhasil atau boleh dikatakan gagal untuk mengatasi permasalahan pendidikan di SMK sehingga mulai era tahun 2000 kebijakan tentang “link and match” dan model pendidikan “sistem ganda” tidak populer lagi. Kegagalan yang menonjol karena tidak adanya standarisasi dalam hal kompetensi dan sertifikasi sehingga pengetahuan dan keterampilan siswa ternyata sebagian besar tidak “match” saat melamar pekerjaan, begitu juga sertifikasi yang dikeluarkan oleh badan/lembaga sertifikasi tidak diakui oleh industri.
2. Dalam Kebijakan Teknis Pengembangan dan Implementasi Kurikulum SMK Edisi 1999, yang dirumuskan oleh Balitbang dan Ditjen Dikdasmen, dinyatakan: “untuk kepentingan pemasaran tamatan di SMK diberlakukan Uji Kompetensi di samping EBTANAS”. EBTANAS sifatnya wajib diikuti oleh seluruh siswa untuk dapat dinyatakan lulus dari SMK, sedangkan Uji Kompetensi lebih bersifat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh sertifikasi (pengakuan) terhadap keahlian yang dimiliki sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja.
Menurut rumusan ini, nampaknya uji kompetensi dan sertifikasi bersifat operasional, sedangkan EBTANAS sifatnya wajib bagi setiap siswa SMK untuk mengikutinya. Rumusan ini memiliki sejumlah kelebihan dan kelemahan. Kelebihan kebijakan ini terletak pada sifat pilihannya, sehingga bagi siswa yang tidak menggunakan kesempatan menempuh Uji Kompetensi dan Sertifikasi tetap dapat dinyatakan lulus dari SMK. Kebijakan yang demikian ini sejalan dengan semangat “demokratisasi dalam pendidikan”. Sedangkan kelemahannya terletak pada pelaksanaan EBTANAS yang harus memuat mata ujian yang mencerminkan kemampuan siswa pada program produktif. Hal ini dimungkinkan menemui kendala-kendala teknis dalam pelaksanaannya. Kelemahan lain berkaitan dengan sertifikasi adalah siswa kurang didorong untuk mengikuti sertifikasi, karena sifatnya pilihan. Padahal di masa yang akan datang, terutama dengan datangnya era perdagangan bebas, sertifikasi memiliki fungsi yang sangat menentukan.
3. Sistem akreditasi di SMK selama ini menggunakan sistem Monitoring dan Evaluasi (ME) yang dilaksanakan oleh Tim Dikmenjur, dengan unit analisis sekolah. Setiap SMK memiliki nilai ME masing-masing, misalnya SMK A memperoleh nilai AB (Amat Baik), SMK B memperoleh nilai B (Baik), dan SMK C memperoleh nilai C (Cukup). Untuk meningkatkan kefektifan standarisasi, perlu dibentuk “Badan Akreditasi Nasional (BAN)” untuk SMK, dengan unit analisis program studi.
4. Perubahan dari Kurikulum SMK 1994 ke Kurikulum SMK 1999 masih belum dilegitimasi oleh peraturan perundangan-undangan yang mantap. Di samping itu, dalam pelaksanaannya menghadapi kendala, terutama pada penerapan kurikulum broad based, dan pelaksanaan praktik industri.
5. Sistem uji kompetensi dan sertifikasi menurut Kurikulum SMK Edisi 1999, yang memberikan opsi kepada siswa, dinilai sejalan dengan “demokratisasi dalam pendidikan”. Namun, kesulitannya terletak pada pelaksanaan EBTANAS serta kurang memberi motivasi kepada siswa yang berpotensi untuk mengambil sertifikasi, karena kedudukannya yang tidak wajib. Sebaliknya, Sistem Akreditasi di SMK masih menggunakan mekanisme Monitoring dan Evaluasi (ME) yang dilakukan oleh Tim Dikmenjur, hal ini belum merupakan sistem akreditasi yang mapan seperti yang dimiliki oleh Pendidikan Tinggi.

Pada kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004, mengalami banyak perubahan mendasar dalam berbagai aspek. Namun perlu diingat, bahwa perubahan kurikulum bukan berarti terlepas begitu saja dengan kurikulum sebelumnya. Sesuai dengan landasan pemikiran tentang perubahan kurikulum, dimana ditujukan pada pengembangan dan peningkatan mutu sistem pendidikan dalam menghadapai perubahan jaman serta kebutuhan para peserta didik, maka perubahan kurikulum akan senantiasa merupakan proses kontinyuitas yang sistematis. Oleh karena itu, dalam kurikulum 2004 masih memiliki keterkaitan dengan kurikulum sebelumnya, meski dalam banyak aspek memiliki banyak perubahan mendasar. Untuk lebih jauhnya bisa dilihat dalam tabel berikut mengenai perbedaan mendasar antara kurikulum edisi revisi 1999 dengan 2004 di SMK.
No KOMPONEN ASPEK
Edisi 1999 Edisi 2004
1 Landasan Yuridis Yuridis, Filosofis, Psikologis Sosial Budaya, IPTEK
2 Dokumen Terdiri dari 3 buku yang terpisah Menjadi satu buku terdiri dari 3 bagian
3 Paradigma Demand Driven Demand/Market driven, Life Skills.
4 Standar Kompetensi Belum sepenuhnya mengacu pada Standar Kompetensi Sebagian Mengacu pada SKN
5 Pola Program Program bersama pada bidang keahlian yang sama Program keahlian sebagian ter-pisah sejak tingkat I
6 Kualifikasi Jabatan Tidak jelas Sebagian belum distandarisasi.
7 Diagram Pencapaian Kompetensi Buku II belum dilengkapi dengan diagram Pencapaian Kompetensi Bagian II dilengkapi dengan Diagram Pencapaian Kompetensi
8 Pedoman Pelaksanaan Pedoman pelaksanaan kurikulum dalam bentuk uraian Pedoman pelaksanaan kurikulum dalam bentuk prosedur operasi standar.
9 Bahan Ajar Belum ada standar pengembangan yang baku Dikembangkan dalam bentuk modul cetak dan modul interaktif /program multi media
10 Deskripsi Program Pembelajran - Deskripsi program pembelajaran normatif dan adaftif belum berbasis kompetensi.

- Deskripsi terdiri dari: kompetensi/sub kompetensi, pembela-jaran pengetahuan dan keteram-pilan. - Deskripsi program pembelajar-an normatif, adaftif dan produktif berbasis kompetensi.

- Deskripsi terdiri dari: kompetensi/sub kompetensi, kriteria unjuk kerja, materi pokok pembelajaran (sikap, pengetahuan dan keterampilan)
11 Praktek Kerja Industri / OJT Minimal 6 bulan Minimal 1 tahun

Kurikulum edisi revisi 1999 yang lahir setelah munculnya era reformasi di Indonesia membawa angin perubahan yang cukup signifikan dalam dunia pendidikan. Kurikulum ini mulai memperlihatkan suatu format pendidikan yang cenderung untuk melihat peserta didik sebagai manusia yang kompleks, yang memiliki berbagai kemampuan dan kebutuhan yang mesti digali secara optimal. Hal ini dipertegas lagi dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004 yang secara jelas dan tegas mengedepankan berbagai aspek yang dimiliki manusia (peserta didik) seperti aspek afektif, kognitif, dan psikomotoriknya. Jadi proses pembelajaran tidak lagi hanya berfokus pada penguasaan dan penguatan aspek kognitif saja yang pada kurikulum sebelumnya (masa orba) menjadi fokus perhatian utama. Kurikulum 1999 pada dasarnya sudah berupaya mrintis ke arah tersebut, meskipun belum secara optimal menggali dan menerapkannya.
Ada beberapa persamaan dan perbedaan antara kurikulum 1999 dengan 2004 yang mendasar. Menurut Dr. Ashari djohar diantara persamaannya yaitu;
Pendekatan berbasis kompetensi, luas dan mendasar, serta produksi, pada prinsipnya sama sejak kurikulum 1994
Konsep penilaian kompeten dan belum kompeten
Pelaksanaan pendidikan sistem ganda
Satuan waktu semester
Arah pengembangan : Keterampilan menjelang 2020 untuk era global

Sedangkan perbedaan yang ada menurut Dr. Ashari djohar diantaranya yaitu;
No Kurikulum
1999 2004
1. Topik masih banyak yang bernuansa pohon ilmu Topik (diupayakan) dalam pernyataan kompetensi
2. Pemelajaran dan penilaian terikat pada acuan waktu (semester) Pemelajaran dan penilaian dilaksanakan per kompetensi sesuai rancangan urutan pencapaian kompetensi
3. Dokumen terdiri dari 3 buku terpisah
( buku i, ii,dan iii) Dokumen jadi satu buku
Meliputi bag i, bag ii,bag iii
4. Prakerin 3 bulan terstruktur pada sem. 5 Prakerin minimal 1 tahun, waktu disesuaikan kondisi
5. Rumusan kompetensi belum mengacu pada SKN Rumusan kompetensi sudah mengacu pada SKN
6. Berorientasi pada demand driven Berorientasi pada market driven dan life skill
7. Normatif dan adaftif berbasis keilmuan Normatif dan adaftif berbasis kompetensi
8. Aspek sikap tidak ada rumusannya Aspek sikap dirumuskan secara jelas
9. Mata diklat PPKN dan Sejarah terpisah PPKN dan Sejarah menjadi satu mata diklat
10. Materi adaftif disesuaikan dengan tuntutan bidang keahlian Materi adaptif disesuaikan dengan tuntutan program keahlian
11. Ada rancangan proses pencapaian kompetensi
12. Dimungkinkan terjadinya:
• Multi kurikulum
• Multy-exit/entry
13. Ada substansi noninstruksional yang jelas:
• Life skills
• Lingkungan hidup
• Kompetensi kunci
• Dll


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa tinggalkan komentarnya yaa.....

TEXT BERJALAN DELAY 0.3 DETIK